Tahun 2000 yaitu bertepatan dengan putaran I Liga Indonesia VI berlangsung, sekitar 6 buah bis supporter PERSIB datang ke Stadion Lebak Bulus Jakarta dan menghuni Tribun Timur. Saat itu supporter PERSIB masih terdiri dari banyak unit seperti Balad Persib, Jurig, Stone Lovers, ABCD, Viking dll. Saat itu yang terbesar masih Balad Persib. Meski sempat nyaris terjadi gesekan dengan supporter tuan rumah, tapi tidak terjadi bentrokan yang lebih luas. Kelompok supporter PERSIB bergerak ke arah Jakmania untuk berjabat tangan. Saat itu pendukung PERSIB meneriakan yel-yel : “ABCD … Anak Bandung Cinta Damai”. Selesai pertandingan bobotoh didampingi perwakilan Jakmania menuju bus dan Jakmania mengikuti dengan menyanyikan lagu Halo Halo Bandung.
Dari perlakuan simpatik yang ditunjukan oleh Jakmania di Jakarta, maka akhirnya Viking mulai menjalin komunikasi dan persahabatan dengan Jakmania. Baik Viking maupun The Jakmania saat itu memang belum sebesar sekarang. Dari persahabatan itu akhirnya Jakmania menyatakan keinginannya untuk menyaksikan Persija kontra PERSIB di Bandung. Keinginan itu langsung ditanggapi oleh pihak Viking. Akhirnya Jakmania membentuk panitia perencanaan, yang bertugas melobi Panpel PERSIB dari mulai masalah tiket hingga tribun khusus untuk penempatan Jakmania di dalam stadion. Viking menganjurkan perwakilan Jakmania untuk hadir di acara khusus pertemuan tim dengan supporter. Mereka sempat bertemu Walikota Bandung, Kapolres, Ketua Panpel dan Ketua Keamanan, dan dari keterangan para petinggi itu didapatkan jaminan bahwa Jakmania dapat masuk dan tiket akan disiapkan secara khusus, saat pertandingan kedua kesebelasan berlangsung di Bandung.
Karena saat itu The Jakmania relatif baru dan belum berpengalaman mengkoordinasikan anggota untuk pertandingan tandang. Mereka pun terkendala oleh anggotanya sendiri, banyak anggota yang daftar pada hari keberangkatan. Jumlah yang tadinya hanya 400 orang berkembang menjadi 1000 orang lebih. Akibatnya Jakmania baru berangkat ke Bandung jam 12 siang! Itu juga terpecah menjadi 3 rombongan. Satu bis berangkat lebih dulu, disusul 4 bus , dan terakhir berangkat dengan 4 bus tambahan.
Seperti kita ketahui bersama bahwa animo masyarakat Bandung menyaksikan pertandingan PERSIB selalu tinggi, ditambah juga oleh kondisi stadion Siliwangi yang hanya menyampung sekitar 20.000 penonton, maka rombongan The Jakmania berangkat ke Bandung masih diliputi keraguan mengenai masalah tiket, apalagi rombongan mereka bertambah lebih dari 2 kali lipat perencanaan. Beberapa panitia dari The Jakmania yang diutus mendapatkan tiket tentu saja kesulitan, jangankan untuk supporter tamu, bobotoh PERSIB sendiri masih banyak yang tidak kebagian tiket. Perlu dicatat, saat itu pertandingan antara PERSIB dan Persija memang masih dalam tensi yang sedang-sedang saja, belum sepanas sekarang dan mereka belum menjadi seteru utama. Kalaupun pertandingan itu banyak diminati penonton itupun wajar saja, karena setiap aksi PERSIB sekalipun prestasi sedang menurun, tetapi lawan manapun tetap saja dibanjiri oleh bobotoh.
Satu bis pertama Jakmania tiba di Stadion Siliwangi, Viking dengan hangat menyambut tamu mereka, tidak heran karena kala itu Viking satu-satunya klub supporter PERSIB yang memiliki kedekatan dengan Jakmania.Viking mempersilahkan rombongan Jakmania pertama masuk ke komplek stadion, Karena Jakmania belum mengantongi tiket, maka Viking ikut membantu pencarian tiket. Sementara loket pembelian tiket sudah tutup, akhirnya mereka mendatangi Panpel yang memang sudah berjanji pada pertemuan sebelumnya akan memberikan tiket. Panpel dan beberapa anggota Viking berusaha mengumpulkan tiket dari calo-calo yang beredar di sekitar stadion, namun jumlahnya sangat tidak memadai hanya sekitar 300 lembar. Waktu bergulir semakin mendekati waktu pertandingan, bobotoh yang masih banyak belum kebagian tiket mulai mendekati rombongan The Jak dan mulai bersikap tidak simpatik. Melihat gelagat buruk ini Viking meminta the Jak untuk keluar dulu dari stadion sambil menunggu rombongan berikutnya.
Rombongan besar 8 buah bis akhirnya tiba juga. Terlambat, stadion Siliwangi sudah penuh sesak dan kejadian yang tidak diinginkan akhirnya terjadi. The Jakmania mulai mendapatkan serangan secara fisik dari oknum bobotoh yang kecewa karena merasa kehabisan jatah tiket oleh Jakmania. Melihat situasi ini Viking mengungsikan Jakmania sedikit menjauh dari komplek stadion.
Oknum Bobotoh (bukan Viking) beralasan bahwa penyerangan yang dia lakukan dikarenakan merasa kesal dengan anak Jakarta karena mereka juga diperlakukan dengan tidak simpatik saat di Jakarta ketika menyaksikan pertandingan Persijatim vs Persib di Lebak Bulus (Saat itu Persijatim masih ber home base di Jakarta). Oknum bobotoh itu tidak mau tahu kalau Persijatim berbeda dengan Persija. Dan karena aksi yang kurang simpatik dari oknum bobotoh tersebut akhirnya membuat The Jak pun membenci Viking, dan akhirnya mereka sama-sama tidak mau tahu kalau oknum bobotoh itu bukanlah Viking. Apakah ini hanya salah paham? Mungkin saja!
Akhirnya dengan penuh penyesalan rombongan Jakmania berniat untuk pulang tanpa menyaksikan pertandingan, namun mereka kembali diserang oleh bobotoh yang berada di luar stadion karena sama-sama tidak mendapatkan tiket. Kondisi ini jelas tidak bisa diterima oleh para Jakmania. Emosi di kedua belah pihak pada saat itu sudah sangat tinggi, mereka jelas lelah dan merasa kecewa karena gagal menyaksikan kesebelasan kesayangannya. Akhirnya The Jakmania melakukan perlawanan balasan, ratusan bobotoh di luar stadion bentrok dengan Jakmania, mengakibatkan pecahnya kaca-kaca mobil akibat terkena lemparan dari kedua kubu. Polisi datang, keributan mereda dan Jakmania harus rela pulang dengan tangan hampa. Sempat pula terjadi beberapa kali bentrokan ketika rombongan berpapasan dengan bobotoh selama perjalanan pulang. Itulah awal kisah perseteruan dua kelompok besar supporter di tanah air.
Sementara perjalanan PERSIB sendiri pada Liga Indonesia VI tahun 1999/2000 masih dipercayakan pada Suryamin sebagai pelatih kepala. Konflik internal PERSIB masih belum juga reda, akibatnya Suryamin tidak bisa membangung kekuatan tim secara optimal. Hasilnya Suryamin tergusur ketika PERSIB baru memasuki partai kelima. Suasana yang tidak sehat serta tekanan dari publik termasuk pers membuat Suryamin terpaksa harus mengundurkan diri. Inilah pertama kali dalam sejarah PERSIB, seorang pelatih mengundurkan diri di tengah kompetisi. Pengurus pun segera mencari pengganti, nama yang paling pas untuk menukangi tim yang carut marut siapa lagi kalau bukan sang pelatih legenda, Indra Thohir.
Dengan tangan dingin Thohir, akhirnya PERSIB pun terhindar dari degradasi, meskipun hasil di klasemen sangat jauh dari kata memuaskan. PERSIB harus puas berada pada urutan ke-8 dari 14 tim di wilayah Barat, sehingga PERSIB tidak dapat lolos ke “8 Besar” yang merupakan 4 tim terbaik dari tiap-tiap wilayah.
Lain di liga lain pula di turnamen. Turnamen Piala Siliwangi kembali digelar tahun 2000 dan lagi-lagi PERSIB berhasil merebut gelar juara sebagai hiburan atas prestasi buruk yang diraih di liga.
Categories:
1999 - 2000